Balon Lebaran Ponorogo merupakan salah satu tradisi yang tetap lestari hingga saat ini di Ponorogo, Jawa Timur. Berlangsung pada setiap Lebaran Idulfitri bulan Syawal pada kalender Hijriah. Tradisi menerbangkan balon lebaran di Ponorogo telah lestari dan menjadi tradisi lebih dari 500 Tahun.
Masyarakat Ponorogo awalnya menyebut tradisi Balon Lebaran dengan “umbulan” atau “ombolan”. Artinya, menerbangkan seperti bulan, dengan perkembangan zaman kini banyak yang menyebut balon.
Menerbangkan balon lebaran tidak seorang diri, melainkan bisa 5 orang hingga puluhan yang menerbangkannya. Tergantung kecil besarnya balon yang mencerminkan gotong royong.
Sebelum menerbangkan balon, musyawarah di setiap kekerabatan maupun RT, RW, Kedukuhan, kedusunan hingga Desa Kelurahan. Dan tidak terikat dengan kelompok apapun.
Kegiatan musyawarah ini bertujuan untuk membahas menerbangkan balon sebelum bulan puasa. Biasanya membahas tentang bahan apa saja, ukuran berapa meter, berapa balon, siapa yang membuat, siapa yang menyediakan bahan. Sampai detil siapa yang mencari bahan untuk membuat api, siapa yang menerbangkan balon.
Identitas lokal
Biasanya apabila sudah jadi, balon akan beridentitas dukuh atau desa yang membuat sebagai kebanggaan. Penerbangan balon melibatkan banyak orang dengan membakar daun kelapa atau tanaman padi yang telah kering. Membutuhkan 5 hingga 30 menit untuk menerbangkan balon ke udara.
Balon Lebaran akan mengudara 1 hingga 3 hari tergantung persediaan bahan bakar minyak yang di tampung di bawah balon. Apabila balon turun dan jatuh karena kehabisan minyak maka sudah menjadi tanggung jawab dan etika sosial warga setempat untuk menerbangkan kembali balon lebaran tersebut. Biasanya di terbangkan kembali menjelang maghrib.
Biasanya ribuan Balon Lebaran Ponorogo sudah menghiasai langit di wilayah Ponorogo maupun kotakota yang berbatasan langsung dengan Ponorogo ketika orang-orang islam melaksanakan shalat idul fitri. Jumlah yang banyak di karenakan terkadang setiap kelompok menerbangkan balon 1 hingga 3 buah balon.
Namun ada kelompok yang sudah menerbangkan balon ketika memasuki lailatul qodar. Puncaknya ketika akhir ramadhan sudah banyak balon udara yang beterbangan sebagai tanda bahwa besok adalah 1 Syawal.
Filosofi
Nilai filosofi kehidupan yang ada pada Balon Lebaran Ponorogo adalah Balon yang prosesnya melibatkan banyak orang secara gembira menggunakan api. Sehingga dapat menerbangkan balon hingga ke awan yang menghitam karena asap yang berarti dosa. Bermakna manusia selama hidup tidak luput dari melakukan kesalahan dan dosa, sehingga dalam ajaran Islam bahwa Idulfitri adalah waktu manusia kembali suci dan pengampunan kesalahan dan dosa seperti bayi yang baru lahir.
Kini Balon Lebaran Ponorogo, bahannya tidak hanya dari kertas saja, melainkan juga di buat dari plastik transparan maupun berwarna-warni dengan ukuran 16 hingga 40 meter, ukuran ini ini selalu bertambah setiap tahunnya. Tidak berhenti pada bahan dan ukuran balon, biasanya pada bawah balon juga ada petasan yang sangat banyak sehingga menimbulkan suara ledakan ketika berada di udara.
Kini, balon Lebaran Ponorogo tidak hanya di terbangkan ketika lebaran saja, tetapi juga di terbangkan oleh masyarakat Ponorogo ketika memperingati hari kemerdekaan Indonesia dengan balon berukuran besar berwarna merah putih.
Perusahaan sirup Marjan pernah mengangkat tradisi lebaran menerbangan Balon Lebaran Ponorogo sebagai iklan pada tahun 2014.
Sejarah
Balon Lebaran Ponorogo telah berlangsung sejak abad ke-15 tepatnya tahun 1496 M yang pada awalnya merupakan tradisi masyarakat Ponorogo yang kala itu beragama Buddha, tradisi menerbangkan balon di wengker telah ada pada abad ke 7 sejak zaman Sriwijaya hingga Medang sebelum masuknya islam di Ponorogo.[2]
Bathara Katong selaku pendakwah Islam dan bupati pertama di Ponorogo kala itu mengubah tradisi tradisi menerbangkan balon yang biasa khas umat Buddha Ponorogo menjadi balon yang bernafaskan Islami dengan penerbangan balon setiap Idulfitri, yang pada awalnya sebagai penghormatan kepada Ki Ageng Kutu Surya alam untuk mengurangi gejolak masyarakat Ponorogo atas gugurnya pimpinannya.
Balon Lebaran Ponorogo terbuat dari bahan kertas, mengingat Ponorogo sejak abad ke 7 sudah mampu membuat kertas sendiri. Merangkai kertas-kertas tersebut menyambung satu sama lain menggunakan putih kulit telur ataupun nasi yang menjulang yang merekat pada bambu atau rotan berbentuk lingkaran kemudian ada tali untuk mengikat sebuah tempat menaruh minyak, Balon berukuran antara 1,5 Meter hingga 4 Meter.